
Halsel, kasiruta.id – Pernyataan kontroversial Safri Nyong yang menyamakan Bupati Halmahera Selatan dengan “Nabi” lantaran melantik kembali kepala desa yang telah “gugur” melalui putusan PTUN memicu sorotan tajam dari berbagai kalangan.
Kuasa Hukum Bupati Halmahera Selatan, Suwarjono Buturu, S.H., M.H., menilai ucapan tersebut tidak hanya menyinggung keyakinan masyarakat, tetapi juga berpotensi merendahkan martabat pejabat publik.
Dalam keterangan resminya, Suwarjono menjelaskan sejumlah ketentuan hukum yang dapat diterapkan. Ia menyoroti Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang melarang penyebaran informasi yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan berbasis SARA.
Selain itu, Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik juga bisa digunakan bila ucapan tersebut dianggap menyerang kehormatan Bupati di hadapan publik.
“Sebagai advokat, Safri Nyong seharusnya mematuhi Kode Etik Advokat Indonesia (PERADI). Pasal 4 dan 6 kode etik mewajibkan advokat menjaga kehormatan dan martabat profesinya. Pernyataan yang bernada sarkastik dan provokatif jelas tidak sejalan dengan kewajiban advokat sebagai teladan dalam memberikan pencerahan hukum,” tegasnya Rabu (24/9/2025),
Suwarjono menambahkan, kritik terhadap pemerintah memang hak setiap warga negara, namun harus disampaikan secara substantif dan profesional, tanpa menyinggung ranah keagamaan. “Ungkapan seperti itu membuka ruang multitafsir dan berpotensi mengganggu ketertiban masyarakat Halmahera Selatan,” ujarnya.
Sebagai kuasa hukum Bupati, Suwarjono mengimbau Safri Nyong untuk menarik atau mengklarifikasi pernyataannya secara terbuka. Jika tidak, ia menyebut beberapa langkah hukum yang bisa ditempuh, mulai dari somasi tertulis, laporan dugaan pencemaran nama baik ke pihak kepolisian sesuai Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) UU ITE, hingga pengaduan ke Dewan Kehormatan PERADI.
“Konstitusi memang menjamin kebebasan berpendapat, tetapi kebebasan itu bukan tanpa batas. Ketika pernyataan publik menyinggung keyakinan agama atau merendahkan martabat pejabat, konsekuensi hukum dan etika harus ditegakkan,” tandas Suwarjono.
Suwarjono menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa langkah hukum yang disiapkan bukan untuk membungkam kritik, melainkan demi menjaga kehormatan jabatan Bupati Halmahera Selatan serta menegakkan supremasi hukum di masyarakat.*(red)