
Halsel, Kasiruta.id – Munculnya dua organisasi, Praktisi Hukum Muda Indonesia (PHAI) dan Barisan Rakyat Halmahera Selatan (BARAH), memantik perhatian publik setelah keduanya mendorong DPRD Halmahera Selatan (Halsel) menggunakan hak angket terkait polemik pelantikan empat kepala desa (kades) oleh Bupati Halsel, Hasan Ali Bassam Kasuba.
Langkah ini ditempuh karena PHAI dan BARAH menilai kebijakan Bupati Halsel melanggar aturan. Menurut mereka, hak angket DPRD menjadi sarana politik yang tepat untuk menguji kebijakan tersebut.
Namun, pandangan berbeda disampaikan Ismed A. Gafur, SH., MH., akademisi sekaligus dosen Program Studi Hukum Universitas Nurul Hasan (UNSAN) Bacan.
Ia menilai jalur yang paling relevan bukan hak angket, melainkan gugatan kembali ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Keputusan pelantikan kembali empat kades ini berkaitan langsung dengan putusan PTUN. Artinya, jalur yang paling tepat adalah menggugat kembali ke PTUN, bukan melalui hak angket,” tegas Ismed, Rabu (24/9/2025).
Ismed menilai, prosedur hak angket di DPRD terbilang rumit dan memakan waktu, karena mensyaratkan persetujuan minimal tiga perempat anggota DPRD dalam rapat paripurna.
“Kalaupun berhasil, hasil hak angket hanya berupa rekomendasi politik terkait dugaan pelanggaran aturan atau kinerja bupati, bukan keputusan yang mengikat seperti putusan pengadilan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ismed menyebut regulasi yang menjadi rujukan dalam polemik ini adalah:
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang mengatur diskresi pejabat pemerintah;
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024, beserta peraturan pemerintah dan aturan turunannya;
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Peradilan Tata Usaha Negara, yang mengatur tata cara sengketa TUN.
Menurutnya, jalur hukum melalui PTUN akan menjadi evaluasi dan koreksi yang lebih cepat dan konkret terhadap diskresi Bupati Halsel, sekaligus menghindarkan daerah dari polemik politik berkepanjangan.
Sebagaimana diketahui, kontroversi pelantikan empat kades ini bermula setelah Surat Keputusan (SK) pemberhentian sebelumnya telah dibatalkan PTUN, namun Bupati Hasan Ali Bassam Kasuba tetap melantik kembali para kades tersebut.*(red)