Hal-Sel, kasiruta.id – Kepala Sekolah SD Negeri 69 Desa Hate Jawa, Kecamatan Kayoa Barat, Kabupaten Halmahera selatan (Halsel) Harina Barham, S.Pd, diduga kuat telah lama mangkir dari tugasnya. Bukan hanya seminggu atau dua minggu, warga menyebut Harina absen selama berbulan-bulan tanpa kejelasan.
Ketidakhadiran Harina Barham ini memicu kemarahan masyarakat dan wali murid, yang menilai kelalaian ini sebagai bentuk pengabaian tanggung jawab terhadap masa depan anak-anak.
“Kami sudah cukup sabar. Ini bukan lagi soal etika, tapi soal kelalaian berat. Sekolah ini bukan milik pribadi, ini lembaga pendidikan yang harus dikelola secara serius!” tegas seorang wali murid yang turut membubuhkan tanda tangan dalam surat keberatan resmi kepada Dinas Pendidikan, Senin (8/7/2025).
Puncak kekesalan masyarakat diwujudkan dalam surat protes resmi yang ditujukan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Selatan.
Dalam surat itu, warga dengan tegas menuntut agar Harina Barham segera dicopot dari jabatannya sebagai kepala sekolah. Surat tersebut ditandatangani oleh seluruh orang tua siswa sebagai bentuk kemarahan kolektif.
“Sudah terlalu lama kami diam. Kepala sekolah tidak pernah hadir, bahkan di saat penting seperti ujian semester pun tidak terlihat. Ini sudah mencederai amanah jabatan,” ujar salah satu tokoh masyarakat Desa Hate Jawa.
Ketidakhadiran Harina membuat proses belajar-mengajar lumpuh dan membahayakan kualitas pendidikan anak-anak di desa tersebut.
Saat dikonfirmasi, Harina Barham membantah tudingan tersebut. Ia menyatakan bahwa ketidakhadirannya disebabkan oleh urusan sekolah, yakni mengurus dokumen ijazah di Ternate.
“Itu tidak benar bahwa saya jarang ke sekolah. Saya ke Ternate karena ada urusan ijazah,” ujarnya singkat melalui sambungan telepon.
Masyarakat mendesak Bupati Halmahera Selatan dan Dinas Pendidikan untuk tidak tinggal diam dan segera mengambil langkah tegas.
Kasus ini menjadi potret buruknya pengawasan terhadap dunia pendidikan, terutama di wilayah pelosok. Ketika kepala sekolah bebas mangkir tanpa sanksi, maka hak anak-anak atas pendidikan bermutu ikut dikorbankan.*(Tox)